Transisi kepemimpinan daerah pasca-Pemilihan Kepala Daerah (Pilkad) adalah momen krusial yang menentukan arah pembangunan selama lima tahun ke depan. Para kepala daerah terpilih membawa janji-janji kampanye yang ambisius, yang perlu ditakar realitasnya dalam konteks kapasitas fiskal dan tantangan birokrasi lokal.
Salah satu tantangan terbesar setelah Pilkad adalah penyelarasan visi kepala daerah baru dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) yang ada. Seringkali, janji-janji kampanye berfokus pada proyek jangka pendek yang populer, mengorbankan program-program pembangunan jangka panjang yang lebih esensial dan berkelanjutan.
Oleh karena itu, penakaran janji pembangunan harus melibatkan audit perencanaan dan anggaran. Masyarakat sipil dan media memiliki peran penting sebagai pengawas, memastikan bahwa dana publik digunakan secara efektif dan janji yang diucapkan diterjemahkan menjadi kebijakan yang konkret dan terukur.
Keberhasilan transisi juga sangat bergantung pada kepemimpinan yang mampu merangkul semua elemen politik pasca-kontestasi dan fokus pada tata kelola yang baik. Stabilitas politik lokal pasca-Pilkad adalah prasyarat mutlak agar program pembangunan dapat berjalan lancar tanpa hambatan intervensi politik atau birokrasi.
Intisari: Transisi kepemimpinan daerah pasca-Pilkad menuntut kepala daerah terpilih menakar janji pembangunan mereka dengan realitas fiskal dan birokrasi. Keberhasilan pembangunan sangat bergantung pada penyelarasan program yang berkelanjutan, pengawasan anggaran yang ketat, dan terciptanya stabilitas politik lokal yang inklusif.

 